Ruang Lingkup Akhlak: (1) Akhlak terhadap Allah
Akhlak kepada Allah merupakan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia (makhluk) kepada Allah (khalik). Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah. Pertama, karena Allahlah yang telah menciptakan manusia (QS At-Thariq: 5-7, QS Al-Mu’minun: 12-13). Dengan demikian, sebagai yang diciptakan sudah sepantasnya berterima kasih kepada yang menciptakan. Kedua, karena Allahlah yang telah memberikan perlengkapan pancaindera berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia (QS An-Nahl: 78). Ketiga, karena Allahlah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi keberlangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya (QS Al-Jatsiyah: 12-13). Keempat, karena Allahlah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan (QS Al-Isra’: 70).
Namun demikian, sesungguhnya Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia tersebut bukanlah menjadi alasan Allah perlu dihormati, bagi Allah dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya. Akan tetapi sebagai manusia sudah sewajarnya berakhlak kepada Allah. Banyak cara yang dapat dilakukan manusia dalam berakhak kepada Allah, diantaranya adalah:
1) Tidak Menyekutukannya (Q.S. An-Nisa: 116)
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.”
Akhlak kepada Allah SWT dalam ayat ini adalah tentang larangan dalam melakukan perbuatan syirik. Perbuatan syirik adalah perbuatan yang dapat menyebabkan manusia tersesat. Bahkan Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik dan sebaliknya akan mengampuni dosa selain syirik.
2) Mensyukuri Nikmat-Nya (Q.S. Al-Baqarah: 152)
Manusia diperintahkan untuk memuji dan bersyukur kepada Allah karena orang yang bersyukur akan mendapat tambahan nikmat sedangkan orang yang ingkar akan mendapat siksa. Allah SWT berfirman:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
Akhlak kepada Allah SWT dalam ayat ini adalah tentang menyukuri nikmat-Nya. Mensyukuri nikmat-Nya berarti mensyukuri pemberian-Nya dalam segala hal, baik itu berupa kesehatan, harta dan lain sebagainya. Bahkan dijelaskan dalam ayat yang lain bahwa ketika manusia tidak bersyukur maka sesungguhnya akan mendapatkan azab Allah SWT (Q.S. Ibrahim: 7).
3) Selalu Berdo’a Kepada-Nya (Q.S. Al-Ghafir: 60)
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”
Akhlak kepada Allah SWT dalam ayat ini adalah tentang berdo’a. Berdo’a kepada Allah adalah memohon segala sesuatu kepada Allah SWT. Manusia di dalam kehidupannya terkadang berhadapan dengan masalah, kebutuhan hidupnya. Karenanya manusia senantiasa diarahkan untuk memohon kepada Allah SWT yang memiliki alam raya ini.
4) Beribadah (Q.S. Ad-Dzariyat: 56)
Tugas manusia ditugaskan di dunia ini adalah untuk beribadah karena itu taat terhadap aturan-Nya merupakan bagian dari perbuatan baik. Allah SWT berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Akhlak kepada Allah SWT dalam ayat ini adalah tentang beribadah. Manusia dan jin diciptakan oleh Allah dengan tujuan beribadah. Beribadah harus senantiasa diniatkan karena Allah SWT.
[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 126-131.